Liputan6.com, Jakarta Isu pengelolaan sampah bukan hanya masalah di perkotaan tapi juga di wilayah pedesaan.
“Persoalan sampah juga sangat nyata di wilayah pedesaan, jika tidak dikelola dengan baik sampah di desa bisa menjadi sumber bencana lingkungan,” kata Peneliti Senior Pusat Riset Kesejahteraan Sosial, Desa dan Konektivitas Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Saraswati Soegiharto, mengutip laman BRIN, Selasa (19/8/2025).
Sebaliknya, sambung Saraswati, jika dikelola secara terstruktur dan terintegrasi, sampah justru bisa menjadi peluang ekonomi. Terutama dalam mendukung pengembangan Produk Unggulan Desa (PUD).
Saraswati pun melakukan penelitian soal pengelolaan sampah dan mendukung pengembangan produk unggulan desa berkelanjutan.
“Tujuan utama riset ini yaitu menggali keterkaitan antara pengelolaan sampah dan pengembangan produk unggulan desa. Di sini, ada aspek-aspek yang selama ini masih cenderung berjalan sendiri-sendiri,” tegasnya dalam forum seminar Pembangunan Desa melalui Pendekatan Ekonomi Sirkular: Peluang, Tantangan, dan Model Partisipatif di Jakarta, Selasa (12/08/2025).
Menurutnya, sampah merupakan masalah global yang kini juga sangat terasa di desa. Penelitiannya menangkap berbagai aktivitas desa. Baik pertanian, peternakan, perikanan, maupun pariwisata, yang menyumbang sampah organik dan non-organik dalam jumlah yang signifikan.
“Pengelolaan sampah sudah tercantum dalam UU No. 18 Tahun 2008. Di mana, aturan tersebut mewajibkan setiap rumah tangga dan pelaku usaha untuk melakukan pemilahan dan pengolahan sampah,” tambahnya.
Usai pesta rakyat dan karnaval kemerdekaan RI ke-80 di kawasan Bundaran HI hingga Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, sampah berserakan di berbagai sudut jalan.
Belum Banyak Desa Tetapkan PUD
Sementara itu, PUD juga merupakan potensi besar yang bisa mendorong kemandirian ekonomi.
Sayangnya, belum banyak desa yang secara formal menetapkan PUD mereka, apalagi mengaitkannya dengan pengelolaan sampah.
“Dari empat desa di Kabupaten Sukabumi yang kami teliti, yakni desa Citepus, Jayanti, Cibodas, dan Cimanggu, dua di antaranya yaitu Citepus dan Jayanti sudah memiliki bank sampah yang aktif. Sementara dua lainnya masih dalam tahap rintisan,” terangnya.
Namun, fokus bank sampah masih terbatas pada sampah non-organik. Upaya pengolahan sampah organik seperti pembuatan kompos atau pakan ternak belum berkembang karena keterbatasan teknologi, keterampilan, dan akses pasar.
“Di sisi lain, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di desa-desa tersebut sudah mulai mengembangkan usaha ekonomi, seperti penggilingan padi, budidaya ikan, dan penyediaan air bersih. Akan tetapi, belum ada yang mengintegrasikan pengelolaan sampah dalam siklus usahanya, ini berpeluang besar dari yang belum tergarap secara maksimal,” terangnya.
Konsep Pengelolaan Sampah Terintegrasi dengan PUD
Melalui penelitiannya, Saras menawarkan sebuah konsep pengelolaan sampah yang terintegrasi dengan pengembangan PUD.
Konsep ini mencakup sumber sampah, pelaku pengelola, kegiatan utama, output, dan siklus berkelanjutan. Konsep ini juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah desa, swasta, masyarakat, dan lembaga pengelola sampah.
“Pengelolaan sampah di desa bukan hanya soal kebersihan lingkungan, melainkan bisa menjadi pendorong ekonomi lokal jika diintegrasikan dengan pengembangan PUD,” ucapnya.
Ia menegaskan, konsepnya itu sejalan dengan arah kebijakan pembangunan desa berkelanjutan dan dapat direplikasi di wilayah-wilayah lain, terutama dalam konteks program Kawasan Perdesaan Prioritas Nasional.
“Dengan pendekatan yang tepat dan kolaborasi multipihak, desa tidak hanya bisa mandiri secara ekonomi, tapi juga turut menjaga kelestarian lingkungan secara berkelanjutan,” pungkasnya.