Liputan6.com, Jakarta - Berkumpul bersama keluarga besar biasanya menjadi momen yang paling ditunggu. Namun, rasa antusias itu bisa hilang seketika jika teringat harus bertemu dengan 'orang tertentu' yang membuat suasana jadi menyebalkan.
Selama ini, kata toksik sering dikaitkan dengan hubungan asmara. Padahal, menurut pendiri Growing Self Counseling and Coaching di Colorado sekaligus penulis Exaholics: Breaking Your Addiction To An Ex Love, Lisa Marie Bobby, toksisitas bisa muncul di mana saja, termasuk dalam keluarga.
Hal senada disampaikan oleh Kepala Klinis di Lighthouse Recovery, Texas, Brooke Keels. Dia menjelaskan bahwa dinamika hubungan keluarga yang rumit sejak kecil maupun saat dewasa bisa memengaruhi kesehatan mental serta harga diri seseorang.
"Toksisitas yang berupa ketidaksetujuan, pengabaian emosional, atau tuntutan yang tidak realistis dapat menyebabkan rendahnya harga diri, stres, bahkan depresi," kata Keels.
4 Ciri Anggota Keluarga Toksik yang Harus Kamu Jauhi
Dia, menambahkan, anggota keluarga yang toksik kerap menunjukkan sikap kejam, seperti dendam atau agresi. Meski begitu, hal ini tidak selalu identik dengan kekerasan fisik.
Berikut empat ciri anggota keluarga yang bisa disebut toksik menurut para ahli:
1. Sering Mengkritik
Kritik yang membangun tentu bermanfaat. Namun, jika yang dilakukan hanya mengkritik pilihan hidup, masa lalu, atau hal-hal yang di luar kendali kita, ini sudah masuk ke ranah toksik.
"Menerima komentar negatif secara terus-menerus membebani citra diri karena Anda mulai meragukan keterampilan dan otoritas Anda," jelas Keels.
2. Tidak Mendukung
Jika seorang anggota keluarga selalu menghalangi atau meremehkan pilihan yang kita buat, hal ini bisa menimbulkan jarak emosional yang permanen.
"Ketika seorang anggota keluarga tidak menghargai kesuksesan Anda atau tidak mendukung di masa sulit, rasanya sangat sepi dan memilukan," ujar Keels.
3. Membuat Merasa Bersalah
Menurut Keels, salah satu tanda paling jelas dari hubungan toksik adalah adanya upaya mengendalikan. Bentuknya bisa beragam, mulai dari mengatur perasaan hingga membuat kita terus merasa bersalah.
"Rasa bersalah hanyalah salah satu alat yang umum digunakan dalam pemerasan emosional," tambahnya.
4. Menyebabkan Rasa Tidak Nyaman
Tanda lain yang bisa dikenali adalah reaksi tubuh yang negatif setiap kali bertemu anggota keluarga tertentu. Misalnya napas terasa lebih cepat, pusing, atau berkeringat.
"Perilaku ini adalah respons koping tubuh terhadap hubungan dengan seseorang yang tidak stabil secara emosional," ujar Keels.
Apa yang Harus Dilakukan?
Menurut Bobby, jika hubungan keluarga berubah menjadi hubungan yang tidak sehat dan kasar, putus kontak adalah cara untuk memulai pemulihan. Namun, jika dirasa keluarga dapat berkembang menjadi lebih suportif ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk mengatasi toksisitas ini.
1. Gunakan Pernyataan “Saya”
Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengungkapkan perasaan tentang hubungan kekeluargaan yang terjalin dan bagaimana hal tersebut memengaruhi kehidupan.
Menurut seorang terapis pernikahan dan keluarga berlisensi serta pendiri San Diego Couples Therapy, Dana McNeil, pernyataan “saya” dapat membuat orang tersebut kurang tertaget dan lebih rentan untuk berubah.
“Berbicara secara spesifik tentang kata-kata yang Anda dengar, perilaku yang Anda alami, dan meminta apa yang Anda butuhkan, dengan jelas,” tambah McNeil.
2. Tetapkan Batasan yang Jelas dan Patuhi Batasan
Keels menyebut, selama percakapan, tetapkan aturan yang jelas tentang apa yang akan ditoleransi dan apa yang tidak.
“Batasan yang jelas membantu mencegah kebingan, kemarahan, dan atau kekecewaan dalam keluarga mengenai apa yang boleh dan tidak boleh,” katanya.
3. Pergi ke Terapi Keluarga
Keels mengatakan, pergi ke terapi bersama keluarga mungkin dapat membantu menicpatakan ruang aman untuk membahas konflik yang berulang.
“Terapi keluarga dapat meningkatkan komunikasi yang efektif dan membantu mengidentifikasi faktor-faktor toksik,” jelasnya.
“Selama terapi, kerabat dapat berbagi pendapat dan emosi mereka mengenai masalah yang ada dalam keluarga–dan ini membantu dalam mencari tahu dan menyelesaikan perselisihan yang telah berlangsung lama yang mungkin merugikan hubungan,” tambahnya.
4. Gunakan Metode Batu Abu-abu
McNeil menyebut, dalam terapi keluarga terapis mungkin akan menyarankan untuk mencoba metode batu abu-abu. Strategi ini berarti memilih untuk melepaskan diri dari orang atau situasi negatif.
“Jika Anda menghindari rasa kesal dan sebaliknya, bersikap seolah-olah apa yang mereka katakan tidak mengganggu Anda, mereka tidak akan terpengaruh oleh reaksi emosional Anda,” kata McNeil.
5. Terimalah Hal-hal yang Tidak Dapat Diubah
Keels menyebut, meskipun masih keluarga, kamu dan anggota keluarga terkadang tidak sepaham. Jadi, penting untuk diingat bahwa kamu tidak bisa mengubah seseorang.
Meskipun beberapa saran mungkin telah kamu berikan kepada anggota keluarga, namun yang bisa mengubah hanyalah diri mereka sendiri.
“Inilah kunci untuk menemukan kedamaian dengan seseorang yang memperlakukanmu dengan cara yang beracun,” kata Keels.
“Jika kamu menerima kenyataan bahwa kamu tidak bisa mengendalikan perilaku orang lain, dan mereka masih memperlakukanmu dengan tidak hormat, kamu mungkin perlu mengevaluasi seberapa penting sebenarnya merek...