Kuala Lumpur (ANTARA) - Pejabat Pesuruhjaya Kanak-Kanak (OCC/Suhakam) Malaysia yang bertanggungjawab melindungi dan mempromosikan hak anak-anak di Malaysia meminta publik dan media melindungi hak anak dalam kasus kematian gadis bernama Zara.
"Kami mendesak masyarakat, khususnya media, untuk menjalankan tanggung jawab mereka," tulis pernyataan resmi Suhakam Malaysia yang diterima di Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa.
Zara (13) dengan inisial nama lengkap ZQM ditemukan tidak sadarkan diri di lingkungan asrama sekolahnya di wilayah Sabah, pada 16 Juli 2025 lalu, sebelum dinyatakan meninggal dunia sehari setelahnya.
Zara dikebumikan tanpa melalui proses autopsi.
Setelah ada desakan dari pihak keluarga, pihak kepolisian kemudian melakukan autopsi dan sempat menyimpulkan kematian Zara karena cedera akibat terjatuh.
Namun, muncul kecurigaan bahwa kematian Zara akibat perundungan. Kasusnya pun menyita perhatian publik di Malaysia.
Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim kemudian angkat bicara dan mendorong adanya transparansi dalam mengusut penyebab kematian Zara.
Dalam perjalanan kasusnya, Kamar Jaksa Agung Malaysia kemudian menetapkan lima tersangka dugaan kasus perundungan terhadap Zara.
Kelima tersangka yang masih di bawah umur itu akan disidangkan pada Rabu 20 Agustus 2025.
Baca juga: Jangan abaikan, ini efek jangka panjang bullying bagi korban & pelaku
Pejabat Pesuruhjaya Kanak-Kanak Malaysia menekankan bahwa anak-anak berhak atas perlindungan penuh berdasarkan Undang-Undang Anak 2001, termasuk dukungan berbasis trauma, layanan hukum, dan perlakuan yang adil.
Otoritas Malaysia itu menegaskan bahwa identitas korban atau pelaku anak-anak tidak boleh diungkapkan secara langsung atau tidak langsung.
"Nama, foto, sekolah, atau informasi apa pun yang dapat mengarah pada identifikasi mereka tidak boleh diungkapkan kepada publik. Pasal 15 Undang-Undang 611 mengatur pelanggaran pidana bagi pihak mana pun yang menerbitkan informasi apa pun yang dapat mengidentifikasi anak yang terlibat dalam proses pengadilan. Hukumannya termasuk denda hingga RM10.000 atau penjara hingga 5 tahun, atau keduanya," sebut Pejabat Pesuruhjaya Kanak-Kanak Malaysia.
Adapun Pengadilan Anak adalah pengadilan tertutup berdasarkan Pasal 12 Undang-Undang 611. Hanya pihak yang terlibat langsung yang diizinkan hadir.
Menurut Pejabat Pesuruhjaya Kanak-Kanak Malaysia, privasi anak harus dihormati.
"Fokus utama kami adalah mencegah stigmatisasi terhadap anak-anak yang terlibat. Kami ingin mengingatkan masyarakat bahwa perundungan, baik di sekolah maupun daring, sama sekali tidak dapat diterima," tegas Pejabat Pesuruhjaya Kanak-Kanak Malaysia.
Platform media sosial seperti Facebook, Instagram, dan TikTok didesak untuk memperbarui kebijakan internal dan standar komunitas mereka agar secara proaktif mengidentifikasi dan menghapus konten apa pun yang melanggar Pasal 15 Undang-Undang 611.
Setiap konten yang dipublikasikan yang dapat mengidentifikasi anak-anak dinilai berpotensi membahayakan mereka, baik secara tidak sengaja maupun dengan niat jahat.
"Mengambil tindakan untuk menghapus konten hanya setelah menerima permintaan, dapat memungkinkan materi ilegal dan berbahaya disebarluaskan secara luas, sehingga menggagalkan tujuan perlindungan hukum," menurut Pejabat Pesuruhjaya Kanak-Kanak Malaysia.
Kegagalan untuk bertindak cepat dapat membahayakan anak-anak dan dapat dianggap terlibat dalam pengungkapan yang melanggar hukum. Pejabat Pesuruhjaya Kanak-Kanak Malaysia menyerukan keadilan harus ditegakkan sesuai dengan prinsip-prinsip hak anak dan supremasi hukum.
Baca juga: 5 jenis bullying yang perlu diketahui anak dan orang tua
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.