Kuala Lumpur (ANTARA) - Menteri di Departemen Perdana Menteri untuk urusan Hukum dan Reformasi Kelembagaan Malaysia Datuk Seri Azalina Othman Said menekankan pentingnya reformasi guna mewujudkan keadilan dan kesetaraan dalam hukum.
Azalina dalam sambutannya di acara ASEAN Law Forum 2025 di Kuala Lumpur Malaysia, Selasa, menyatakan hukum tidak boleh menjadi hak istimewa yang hanya diperuntukkan bagi segelintir orang, tetapi dijunjung tinggi sebagai hak asasi semua orang.
la menekankan urgensi reformasi di dunia, di mana 4,5 miliar orang masih dikecualikan dari perlindungan hukum, dan menggarisbawahi perlunya memperkuat komitmen Malaysia terhadap keadilan dan kesetaraan di bawah hukum.
"Seperti yang Nelson Mandela ingatkan kepada kita, suatu bangsa seharusnya tidak dinilai dari cara ia memperlakukan warga negaranya yang paling tinggi, melainkan dari cara ia memperlakukan warga negaranya yang paling rendah. Saat ini, di dunia di mana 4,5 miliar orang masih dikecualikan dari perlindungan hukum, misi kita mendesak," kata Azalina sebagaimana dikutip dari Bernama di Kuala Lumpur, Malaysia.
"Kita tidak bisa membiarkan keadilan menjadi hak istimewa segelintir orang-keadilan harus menjadi hak asasi semua orang," ujarnya.
Azalina menyatakan bahwa menurut World Justice Project, sekitar 1,5 miliar orang tidak dapat menyelesaikan masalah hukum perdata, administratif, atau pidana mereka, dan 253 juta orang hidup dalam kondisi ketidakadilan yang ekstrem, korban tanpa kewarganegaraan, perbudakan modern, dan tingkat ketidakamanan yang tinggi.
Dia mengungkapkan Malaysia telah mencapai kemajuan yang menggembirakan. Dari tahun 2016 hingga 2023, supremasi hukum meningkat sebesar 5,1 persen, menempatkan Malaysia di antara negara-negara dengan kinerja terbaik di bidang ini.
"Namun, gambaran global kurang optimis. Antara tahun 2023 dan 2024, supremasi hukum menurun di 57 persen negara. Ini berarti saat ini, 6,3 miliar orang tinggal di negara-negara dengan supremasi hukum yang memburuk," ujarnya.
Azalina mengatakan Pemerintah Malaysia saat ini sedang melakukan reformasi besar terhadap kerangka hukum komersial Malaysia, dimulai dengan tinjauan komprehensif terhadap Undang-Undang Kontrak 1950.
Bekerja sama dengan akademisi, pakar hukum, pelaku industri, dan masyarakat sipil, otoritas Malaysia menangani berbagai bidang utama seperti persyaratan yang tidak adil, hukum siber, dan transaksi digital.
Hadir pula pada pembukaan Forum Hukum ASEAN 2025 adalah Wakil Menteri di Departemen Perdana Menteri (Hukum dan Reformasi Kelembagaan) M. Kulasegaran, Direktur Jenderal Divisi Urusan Hukum Datuk Zamri Misman dan Sekretaris Komisi Hukum Perdagangan Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCITRAL) Anna Joubin-Bret.
Forum tiga hari ini mempertemukan 58 pembicara dan moderator dalam 15 sesi yang dipimpin oleh pakar, dihadiri oleh lebih dari 300 peserta dari ASEAN dan sekitarnya, yang mencakup diskusi tentang penyelesaian sengketa alternatif, reformasi hukum komersial, serta bisnis dan hak asasi manusia.
Baca juga: Merah Putih berkibar di KBRI Malaysia pada HUT Ke-80 RI
Baca juga: Kemenko Polkam pulangkan 264 PMIB dari Malaysia
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.