Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi menegaskan bahwa anemia pada anak harus menjadi prioritas penanganan nasional. Dia menyoroti pentingnya edukasi tentang fortifikasi sebagai strategi konkret dalam mencegah anemia defisiensi besi (ADB) sejak usia dini. Topik ini, menurutnya, masih jarang dibahas publik.
"Anemia pada anak merupakan isu penting yang perlu ditangani secara komprehensif. Tema ini cukup menarik, tentang fortifikasi yang jarang kita dengar untuk mencegah anemia pada anak," ujar Arifah saat membuka talkshow 'Peringatan Hari Anak Nasional 2025' di Aula R.A. Kartini, KemenPPPA, Jakarta Pusat pada Rabu, 6 Agustus 2025.
Anemia defisiensi besi menjadi perhatian besar dalam upaya peningkatan kualitas kesehatan anak di Indonesia. Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi ADB pada anak usia nol hingga 4 tahun mencapai 23,8 persen.
Kondisi ini berdampak serius pada tumbuh kembang anak, kemampuan belajar, hingga produktivitas jangka panjang. Karena itu, intervensi gizi pada anak dan remaja menjadi krusial demi masa depan generasi bangsa.
Kolaborasi Lintas Lembaga untuk Lawan Anemia
Talkshow yang digelar KemenPPPA bekerja sama dengan Fatayat NU, Kementerian Kesehatan, dan Komunitas Nutrisi Keluarga ini mengangkat tema "Pentingnya Makanan Bergizi dan Fortifikasi dalam Pemenuhan Zat Besi untuk Mencegah ADB pada Anak".
Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak, dr. Agnes Tri Harjaningrum, Sp.A, menekankan pentingnya peran keluarga dalam pencegahan anemia.
"Penyadaran kepada masyarakat terkait anemia anak adalah tanggung jawab dan pola asuh orangtua. Karena itu, KemenPPPA mengembangkan Pusat Pembelajaran Keluarga di lebih dari 200 kabupaten/kota. Ini penting untuk memastikan pencegahan defisiensi zat besi dari sisi keluarga," katanya.
dr. Agnes juga menambahkan bahwa edukasi sejak dini sangat penting dalam membentuk generasi sehat dan berdaya saing.
"Kami memastikan intervensi pada anak-anak dan remaja, karena mereka yang akan membawa masa depan. Misalnya melalui edukasi konsumsi tablet tambah darah. Selain itu, forum anak juga menjadi ruang penting dalam penanganan anemia," ujarnya.
Penanganan anemia pada anak, kata dr. Agnes, perlu difokuskan pada dua hal utama: perbaikan pola asuh keluarga dan pendekatan langsung kepada anak.
Dampak Anemia Bisa Turunkan IQ hingga 60 Persen
Dokter spesialis anak, dr. Agnes Tri Harjaningrum, Sp.A menjelaskan bahwa dampak anemia lebih dari sekadar keluhan fisik.
"Anemia atau kekurangan zat besi bisa menurunkan IQ hingga 60 persen. Kalau kita ingin punya anak yang greenflag, kita harus ajarkan regulasi emosi sejak dini. Anak yang kekurangan zat besi cenderung tidak memiliki kontrol diri," ujarnya.
Dia menyoroti bahwa penyebab utama anemia pada anak biasanya berasal dari kesalahan pemberian MPASI atau pola makan yang tidak seimbang.
"Misalnya MPASI yang salah atau nutrisi yang tidak mencukupi. Di Indonesia, kebiasaan makan anak sering kali terlalu dominan karbohidrat dan kurang protein hewani, sehingga berisiko mengalami anemia," tambahnya.
Fatayat NU Dorong Edukasi Gizi Berbasis Keluarga
Pimpinan Pusat Fatayat NU, Hj. Margaret Aliyatul Maimunah, menegaskan komitmen pihaknya dalam mendukung edukasi gizi berbasis komunitas.
"Fatayat NU percaya bahwa keluarga adalah fondasi utama untuk menciptakan anak sehat. Edukasi kami arahkan agar mudah dipahami ibu-ibu," katanya.
Sebagai bagian dari peringatan Hari Anak Nasional 2025, Fatayat NU juga menyelenggarakan forum diskusi kelompok terarah (FGD) untuk menguatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya konsumsi makanan bergizi dan peran fortifikasi sebagai solusi pencegahan anemia pada anak.