KETUA Badan Penyelenggara Ibadah Haji (BP Haji) Mochamad Irfan Yusuf menyampaikan ihwal kemungkinan kuota haji furoda untuk tahun depan ditiadakan. Hal itu ia sampaikan berdasarkan informasi yang diperolehnya melalui Kementerian Haji Arab Saudi.
“Ada kemungkinan skema haji furoda tidak akan diberlakukan lagi. Tetapi kan, kebijakan bisa saja tergantung situasi,” ujarnya melalui pesan suara yang diterima Tempo pada Kamis, 7 Agustus 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Irfan mengatakan penyelenggaraan haji furoda sepenuhnya merupakan kewenangan pemerintah Arab Saudi. Selama ini Indonesia tidak pernah secara resmi membahas skema haji furoda karena bukan dalam ranah otoritas nasional. “Haji furoda ini murni domainnya pemerintah Saudi. Selama ini memang kita tidak pernah bicara tentang haji furoda ini,” kata Irfan.
Sebelumnya, ribuan calon jemaah haji Indonesia yang memilih jalur nonkuota atau haji furoda tahun 2025 dipastikan gagal berangkat ke Tanah Suci. Hal ini terjadi karena hingga batas akhir layanan, Kerajaan Arab Saudi belum juga menerbitkan visa furoda tanpa memberikan alasan resmi. Hal ini memicu kekhawatiran dan keresahan di kalangan calon jemaah.
Pernyataan Ketua BP Haji ihwal kemungkinan kuota haji furoda ditiadakan akan berdampak pada jemaah haji yang sudah mempersiapkan diri berangkat via haji furoda.
Haji furoda atau visa mujamalah adalah program haji undangan yang langsung diberikan oleh pemerintah Arab Saudi kepada individu atau lembaga tanpa melalui kuota resmi negara. Program ini dijalankan melalui kerja sama business to business (B2B) antara penyelenggara haji khusus (PIHK) di Indonesia dengan perusahaan penyedia layanan haji (syarikah) di Arab Saudi.
Menurut UU No. 8 Tahun 2019, WNI yang mendapatkan visa mujamalah tetap diwajibkan berangkat melalui PIHK yang berizin dan harus melaporkan kegiatannya ke Kementerian Agama. Bila tidak, maka akan dikenai sanksi administratif.
Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh), Muhammad Firman Taufik, menyebut biaya haji furoda berkisar antara Rp 373,9 juta hingga Rp 975,3 juta, menjadikannya salah satu jalur haji dengan ongkos tertinggi. Berbeda haji khusus (ONH Plus) yang berkisar Rp 159,7 juta hingga Rp 958,4 juta.
Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Undang-undang tersebut menyatakan bahwa pemerintah hanya bertanggung jawab terhadap kuota resmi yang terdiri atas 92 persen haji reguler dan 8 persen haji khusus. Adapun visa haji furoda, atau yang dikenal sebagai visa mujamalah, merupakan bentuk undangan langsung dari Arab Saudi dan di luar kuota haji reguler nasional.
Sayangnya, meski telah membayar biaya besar, lebih dari 1.000 calon jemaah furoda batal berangkat karena visa tidak kunjung diterbitkan. Hal ini memunculkan kekhawatiran akan perlindungan hukum bagi jemaah jalur nonkuota.