TEMPO.CO, Badung - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mendapatkan amnesti setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui usulan Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan amnesti kepada Hasto yang sebelumnya divonis 3 tahun 6 bulan. Vonis Hasto itu dijatuhkan dalam kasus suap terhadap anggota Komisi Pemilihan Umum mengenai penggantian antarwaktu anggota DPR periode lalu di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat pekan lalu.
Koordinator Tim Penasihat Hukum Hasto Kristiyanto, Ronny Berty Talapessy, menyambut positif pemberian amnesti untuk Hasto. “Kami mengapresiasi dan berterima kasih atas hak prerogatif Bapak Presiden Prabowo yang telah memberikan amnesti kepada Mas Hasto Kristiyanto,” kata Ronny ketika dihubungi pada Jumat, 1 Agustus 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDIP Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional ini menilai kasus yang menjerat Hasto sarat motif politik. “Mas Hasto dan siapa pun warga negara di republik ini tidak boleh menjadi korban kriminalisasi politik hukum," ujarnya.
Pada Kamis malam, 31 Juli 2025, DPR menyatakan menyetujui pemberian amnesti untuk 1.116 orang terpidana berdasarkan Surat Presiden Nomor R42/Pres/07.2025 tertanggal 30 Juli 2025. Salah satu yang mendapat amnesti adalah Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan lembaganya telah melakukan rapat konsultasi bersama pemerintah yang dihadiri Menteri Hukum Supratman Andi Agtas dan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi. "Pemberian persetujuan tentang amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana diberikan amnesti, termasuk Hasto Kristiyanto," kata Dasco dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis malam.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Hukum Supratman mengungkapkan pertimbangan kepala negara memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto. "Pertimbangannya dalam pemberian ini pasti demi kepentingan bangsa dan negara," kata dia.
Pertimbangan lainnya, menurut Supratman, kepala pemerintahan ingin menciptakan rasa persaudaraan antar semua elemen. Menurut dia, untuk membangun bangsa diperlukan kerja sama kolektif, termasuk dengan seluruh elemen politik. "Tentu dengan pertimbangan subjektif bahwa yang bersangkutan juga punya prestasi ataupun punya kontribusi kepada Indonesia," ucap politikus Partai Gerindra itu.