TEMPO.CO, Jakarta - Dosen komunikasi politik Universitas Paramadina Hendri Satrio menilai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia atau PSI Kaesang Pangarep menjadi sosok yang digadang-gadang oleh Presiden ke-7 Joko Widodo sebagai penerusnya dalam dunia politik.
Pernyataan Hendri Satrio ini berbeda dengan anggapan publik bahwa Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka merupakan anak emas Jokowi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pria yang disapa Hensa ini menilai, pernyataan Jokowi yang memberikan dukungan penuh kepada PSI merupakan strategi mempersiapkan Kaesang menuju kontestasi politik jangka panjang, khususnya pada pemilu 2034.
Kendati demikan, Hensa menyebut pernyataan Jokowi yang menyatakan dukungan penuh kepada PSI sebagai sebuah blunder politik. Menurut dia, dukungan tersebut justru memicu persaingan ketat antarpartai yang melihat PSI sebagai ancaman. "Satu, tidak semua orang Indonesia menyukai Jokowi. Kedua, pernyataan itu membuat partai lain langsung berhitung dan memanaskan mesin politik mereka," kata Hensa dalam keterangan tertulis pada Kamis, 31 Juli 2025.
Namun Hensa melihat, di balik langkah tersebut ada agenda besar Jokowi untuk memposisikan Kaesang sebagai figur politik masa depan. "Jokowi sepertinya mengincar 2034, dan anak emasnya di politik bukan Gibran, melainkan Kaesang," kata Hensa.
Direktur Eksekutif KedaiKOPi ini menilai Gibran, yang kini menjabat Wakil Presiden, tidak lagi dipersiapkan untuk peran politik yang lebih besar setelah masa jabatannya selesai di 2029 nanti. "Gibran selesai sebagai wapres. Dia sudah dikarbit, tidak melalui pendidikan politik yang organik," kata dia.
Hensa menyoroti penempatan Kaesang sebagai Ketua Umum PSI sebagai langkah strategis Jokowi untuk memberikan pendidikan politik yang lebih dalam. Menurut dia, manuver Jokowi ini tak akan didapatkan oleh Gibran meski kini ia menjabat sebagai wakil presiden.
"Kaesang bisa belajar banyak dengan bertemu ketua-ketua partai lain, tokoh besar, bahkan duduk satu meja dengan figur seperti Megawati Soekarnoputri dalam rapat politik. Itu pendidikan politik yang sangat baik," kata Hensa.
Sebaliknya, Gibran dengan posisinya sebagai wapres, terbatas dalam dinamika politik praktis karena perannya lebih banyak mendampingi presiden tanpa keterlibatan langsung dengan ketua umum partai.
Hensa juga menyoroti pernyataan Jokowi yang meminta Kaesang tidak tergesa-gesa maju pada 2029, melainkan menargetkan 2034. "Itu menunjukkan Jokowi sedang mempersiapkan Kaesang secara matang. Kaesang belum menunjukkan kualitas politiknya, tapi justru itu yang membuatnya fleksibel untuk dibentuk," katanya.
Ia membandingkan pendekatan ini dengan strategi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mempersiapkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai penerus politiknya. Menurut Hensa, perjalanan politik Kaesang lebih terbuka untuk berkembang karena ia menghadapi tantangan dan dinamika politik secara langsung sebagai ketua partai.
"Gibran tidak akan pernah besar sebagai politikus karena dia tidak menemui kesulitan-kesulitan politik seperti yang dihadapi Kaesang," katanya.
Dalam Kongres PSI akhir Juli, mantan Presiden Jokowi yakin PSI akan menjadi partai besar pada 2034 mendatang. Jokowi menyebut dua alasan di balik keyakinan itu.
Pertama, kata Jokowi, keputusan PSI menjadi partai super terbuka yang mengedepankan kepemilikan bersama sesama anggota partai, akan mendorong semangat dan kerja-kerja partai dalam meraih suara dalam pemilihan umum mendatang.
“Dengan catatan semua kerja. Kalau mesinnya siap, bensinnya siap, harus bekerja bareng-bareng. Tapi bisa saja mesin ada, bensin ada, itu pun belum tentu kita bisa balapan dengan partai yang lain kalau kita tidak sering turun ke bawah," kata Jokowi saat hadir dalam sesi pesan kebangsaan dalam Kongres PSI yang digelar di Graha Saba Buana Solo, Sabtu, 19 Juli 2025.
Alasan kedua, kata Jokowi, keputusan PSI dalam menerapkan sistem e-voting dalam pemilihan calon ketua umum adalah langkah yang revolusioner. Menurut dia, hal ini menunjukkan adanya penghargaan antarsesama kader dengan memiliki hak yang sama dalam memilih langsung calon ketua umum partai.
“Mungkin sekarang yang berpartisipasi baru 84 persen dari berapa yang daftar? 178 ribu. Nantinya kalau ini jadi model yang baik, bisa jutaan anggota PSI semuanya ikut berpartisipasi dalam pemilu raya yang akan datang karena suaranya dihargai, partisipasinya dihargai," ujarnya. "Siapa pun boleh ikut tapi dengan syarat, muncul calon yang tidak kita perkirakan. Itu nanti bisa terjadi."
Namun Jokowi mengingatkan, untuk menjadi partai besar ada beberapa hal yang harus ditempuh PSI terlebih dahulu. Ia menyarankan agar kader partai terus bekerja keras, terjun ke masyarakat guna memahami kemauan, keinginan dan kebutuhannya.
“Tapi, jangan tergesa-gesa. Ada step-step-nya. Belum (besar) di 2029, feeling saya akan mulai di 2034 dengan catatan semuanya bekerja keras,” ucap Jokowi.