Liputan6.com, Jakarta Satu tahun lalu, Oleksandr Zinchenko masih menjadi starter di laga pembuka Arsenal melawan Wolves. Ia bahkan berperan dalam terciptanya gol pembuka Kai Havertz. Namun, hanya sepekan setelahnya, posisinya di tim utama lenyap begitu saja.
Pemain asal Ukraina itu tak lagi menjadi pilihan utama Mikel Arteta di Premier League hingga Desember. Padahal, masalah cedera yang kerap menghantuinya di musim sebelumnya sudah berhasil diatasi. Ia hanya mengalami gangguan minor pada betis di bulan September, namun selebihnya fit.
Dalam buku autobiografinya yang diperbarui berjudul Believe, Zinchenko mengungkap betapa sulitnya menerima kenyataan terpinggirkan. Musim 2024/2025 menjadi periode terburuk sepanjang kariernya sebagai pesepak bola profesional.
Kisahnya tak hanya soal persaingan di lapangan, tapi juga dampak emosional bagi keluarganya. Dari tribun Emirates, putri kecilnya sempat bertanya mengapa sang ayah tak bermain, hanya duduk di bangku cadangan.
Zinchenko Tergusur Meski Sudah Fit
Zinchenko menjelaskan bahwa cedera bukan lagi alasan minimnya menit bermain. Ia sudah menjalani program khusus dari seorang spesialis untuk menguatkan betisnya. Hasilnya signifikan, membuatnya merasa lebih bugar dibanding musim-musim sebelumnya.
Meski demikian, ia hanya tampil sebagai starter di lima laga Premier League sepanjang musim. Situasi ini memaksanya menerima peran sebagai pemain pelapis, sesuatu yang diakuinya sangat sulit diterima.
“Pemain yang tidak bermain itu bukan siapa-siapa,” tulis Zinchenko. “Ketika manajer tidak lagi percaya, rasanya seperti ditolak. Meski duduk di bangku cadangan dengan gaji besar tetap sebuah privilese, tapi setiap pemain mulai bermain karena cinta pada permainan itu sendiri.”
Persaingan Ketat di Posisi Bek Kiri
Musim panas 2024 menjadi titik awal persaingan baru bagi Zinchenko. Arsenal mendatangkan Riccardo Calafiori senilai £42 juta dan mempromosikan Myles Lewis-Skelly, talenta akademi yang berkembang pesat.
Lewis-Skelly langsung merebut posisi bek kiri utama. Zinchenko tidak menampik kualitas sang pemain muda. Bahkan, ia memberi selamat saat rekan setimnya itu dipanggil timnas senior Inggris pada Maret.
Ia menegaskan tidak pernah punya niat menjatuhkan rekan setim demi mempertahankan posisinya. “Saya akan selalu mendukung rekan setim saya, apapun yang terjadi. Itu bukan sifat saya untuk menjatuhkan orang lain,” tulisnya.
Profesionalisme di Tengah Kekecewaan
Meski kecewa, Zinchenko tetap menjaga sikap profesional di ruang ganti. Ia berusaha menciptakan suasana positif, melontarkan candaan, dan membantu tim dalam latihan, bahkan saat diminta bermain di posisi yang bukan keahliannya.
Bagi Zinchenko, setiap sesi latihan adalah kesempatan untuk belajar dan membuktikan dirinya. Ia melihat kehadiran Lewis-Skelly sebagai tantangan yang mendorongnya untuk terus berkembang.
Namun, ia juga realistis. Jika ada pemain yang lebih baik, maka keputusan pelatih untuk menurunkannya wajar adanya. Tugasnya adalah menjaga kepala tetap tegak dan fokus menatap masa depan.
Masa Depan di Arsenal Masih Abu-Abu
Kontrak Zinchenko di Arsenal akan berakhir dalam satu tahun. Ia terbuka untuk pindah jika ada tawaran yang tepat, baik pada musim panas ini maupun sebagai agen bebas tahun depan.
Meski enggan mengeluh langsung kepada Arteta, ia sadar bahwa masa depannya bergantung pada performa dan kesempatan yang ia dapatkan. “Kalau saya tidak bermain, berarti saya kurang bekerja keras atau tidak cukup baik,” tulisnya.
Bagi Zinchenko, tujuan terbesarnya tetap sama: bermain sepak bola, menikmati permainan, dan pulang ke rumah dengan senyum di wajah.