TEMPO.CO, Jakarta - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menggelar kongres keenam di Bali Nusa Dua Convention Center, Kuta Selatan, Badung, Bali pada Jumat 1 Agustus 2025. Pelaksanaan Kongres VI PDIP ini digelar secara tertutup.
Berdasarkan pantauan Tempo sekitar pukul 13.26 WITA, ornamen PDIP menghiasi kawasan Bali Nusa Dua Convention Center. Logo banteng moncong putih khas PDIP terpampang pada sejumlah titik. Penjor yang dilengkapi lambang PDIP berjejer.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Area kongres sudah dijaga dengan ketat. Tampak sejumlah pecalang dan satuan tugas PDIP berjaga di berbagai titik lokasi kongres. Hanya orang-orang yang mengenakan tanda pengenal kongres yang diperbolehkan masuk. Kartu pengenal awak media yang hadir di lokasi untuk meliput pun diperiksa satu per satu.
Kongres PDIP hari kedua telah berlangsung secara tertutup sejak pagi. “Agenda siang sampai sore ini, sebenarnya agenda yang paling besar itu adalah pidato politik, terutama hingga penutupan Kongres ke-6 dari Ibu Ketua Umum,” ucap Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDIP demisioner, Deddy Yevri Hanteru Sitorus, ketika ditemui di sela-sela agenda kongres, di Pulau Dewata, Sabtu, 2 Agustus 2025.
Pada Rabu, 30 Juli 2025, partai banteng menggelar kegiatan bimbingan teknis bagi anggota legislatif Fraksi PDIP di The Meru & Bali Beach Convention Center, Sanur, Denpasar, Bali. Agenda tersebut mulanya direncanakan berlangsung hingga Jumat, 1 Agustus 2025. Namun, bimtek langsung ditutup malam itu juga oleh Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDIP Bidang Politik Puan Maharani.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDIP Deddy Sitorus meminta publik menunggu ihwal jadwal kongres. “Kapan pun ditetapkan, itulah waktunya. Mari sama-sama kita menunggu,” kata dia kata Deddy ketika ditemui di kawasan Kuta Selatan, Badung, Bali, pada Kamis, 31 Juli 2025.
Pelaksanaan kongres ke-6 PDIP telah berulang kali diundur. Kongres terakhir digelar pada 2019 lalu, di Pulau Dewata. Dalam siklus organisasi, kongres partai biasanya digelar setiap lima tahun sekali, sehingga pelaksanaan kongres seharusnya sudah dilakukan PDIP pada 2024.
Namun, pada tahun itu ada agenda pemilihan umum 2024 dan pemilihan kepala daerah serentak 2024. Kongres ke-6 partai banteng lantas ditunda dan disebut-sebut akan dihelat pada April 2025. Tapi kongres tersebut tak juga terealisasi di April lalu.
Sejumlah isu yang berkembang bahwa PDIP akan menggelar kongres ke-6 setelah pembacaan putusan kasus dugaan korupsi terhadap Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. Hasto divonis 3 tahun 6 bulan dalam kasus suap terhadap anggota Komisi Pemilihan Umum mengenai penggantian antarwaktu anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode lalu di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat pekan lalu.
Namun semalam, Kamis, 31 Juli 2025, DPR menyatakan menyetujui pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto. Usulan pemberian amnesti itu berdasarkan Surat Presiden Nomor R42/Pres/07.2025 tertanggal 30 Juli 2025. "Pemberian persetujuan tentang amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana diberikan amnesti termasuk Hasto Kristiyanto," ujar Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Perjalanan Karier Politik Megawati
Pemilik nama lengkap Diah Permata Megawati Setiawati Soekarnoputri ini lahir di Yogyakarta pada 23 Januari 1947. Megawati adalah anak kedua dari pasangan Fatmawati dan Soekarno, presiden pertama Indonesia.
Mengikuti jejak sang ayah, Megawati menjadi presiden Indonesia kelima dan merupakan presiden wanita pertama di Indonesia. Dia menjabat sebagai kepala negara pada 23 Juli 2001 hingga 20 Oktober 2004.
Megawati menjadi presiden setelah MPR mengadakan Sidang Istimewa pada 2001. Sebelumnya, dia menduduki posisi sebagai wakil presiden pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Dia juga merupakan ketua umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) pada 1999.
Sebagai politikus, Megawati telah melewati perjalanan karier politik yang panjang. Perjuangannya di kancah politik Tanah Air tentu tak bisa dilepaskan dari partai yang dipimpinnya, PDI Perjuangan.
Perempuan yang akrab disapa Mega ini pertama kali terjun ke dunia politik pada 1986 atau tepatnya saat berusia 39 tahun. Saat itu, dia menjabat sebagai wakil ketua PDI Cabang Jakarta Pusat. Karier politiknya sendiri terbilang cukup mulus, dia hanya butuh waktu satu tahun untuk menjadi anggota DPR RI dengan daerah pemilihan atau Dapil Jawa Tengah.
Kemudian, dalam Kongres Luar Biasa PDI yang diselenggarakan di Surabaya pada 1993, Megawati terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PDI. Dia menjadi perempuan pertama yang menduduki pucuk kepemimpinan partai, setidaknya selama Orde Baru. Pengukuhannya pun terjadi dengan suara bulat diiringi tepukan riuh dari para pendukungnya.
Namun, pemerintah saat itu tidak puas dengan terpilihnya Megawati sebagai Ketua Umum PDIP. Dia pun diturunkan dalam Kongres PDI di Medan pada 1996. Kongres tersebut kemudian memilih Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI atas peran Presiden Soeharto.
Megawati saat itu tetap mempertahankan kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat. Namun kubu Soerjadi mengerahkan massa untuk merebut paksa kantor DPP PDI pada Sabtu, 27 Juli 1996. Peristiwa itu akhirnya berujung pada kerusuhan massa di Jakarta. Peristiwa berdarah itu disebut Kudatuli atau kerusuhan dua puluh tujuh Juli.
Menurut catatan Komnas HAM, peristiwa itu menyebabkan lima orang meninggal, 149 orang luka-luka, 136 orang ditahan, dan 23 orang dihilangkan secara paksa dalam dan pasca- peristiwa. Akibat dari peristiwa itu, PDI pun terbelah menjadi pro-Megawati dan pro-Soerjadi. Pada Pemilu 1999, PDI kubu Mega berubah nama menjadi PDI Perjuangan.
Selanjutnya, Megawati kembali terpilih menjadi Ketua Umum DPP PDI Perjuangan pada 1998. Kepemimpinan Megawati sedianya berlangsung hingga tahun 2003, tetapi PDIP kemudian menggelar Kongres I di Semarang, Jawa Tengah pada 2000. Kendati kembali mengukuhkan Megawati sebagai Ketua Umum, masa jabatannya diperbarui dari 2000 hingga 2005.
Pada rentang 20 Oktober 1999 hingga 23 Juli 2001, Megawati menjadi Wakil Presiden Indonesia mendampingi Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Kemudian, pada 23 Juli 2001, Megawati dikukuhkan sebagai Presiden Republik Indonesia menggantikan Gus Dur yang diberhentikan melalui Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Dengan begitu, Megawati bukan hanya perempuan pertama yang menjadi pucuk pimpinan partai politik, tetapi juga perempuan pertama yang menjadi presiden di Indonesia. Megawati menjabat sebagai Presiden RI hingga 20 Oktober 2004, didampingi politisi Partai Persatuan Pembangunan, Hamzah Haz sebagai wakil presiden.
Pada Pemilu 2004, Megawati mencoba kembali menjadi presiden Indonesia dengan mencalonkan diri bersama Hasyim Muzadi. Namun, dia gagal karena kalah dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kemudian menjabat sebagai presiden selama dua periode.
Setelah purna karir di pemerintahan, Megawati sepenuhnya mengurus partai. Dia kembali ditetapkan sebagai orang nomor satu di partai berlambang banteng ini dari 2005 hingga saat ini.
Novali Panji, Ervana Trikarinaputri, dan Andika Dwi berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Kongres PDIP Bersifat Internal, Prabowo Diperkirakan Tak Hadir