
ANAMI Films resmi memperkenalkan film horor terbarunya berjudul Labinak: Mereka Ada di Sini, yang mengangkat kisah kanibalisme dalam balutan thriller psikologis.
Disutradarai oleh Azhar Koi Lubis dan diproduseri oleh Prakash Chugani, film ini dibintangi oleh Raihaanun, Nayla Purnama, Arifin Putra, Giulio Parengkuan, dan sejumlah aktor lainnya.
Film ini mengisahkan Najwa (Raihaanun), seorang ibu yang baru diterima mengajar di sekolah swasta elit. Hubungan Najwa dengan keluarga Bhairawa, pemilik yayasan sekolah, semakin erat, sampai dirinya sadar bahwa ancaman terbesar justru datang dari sesuatu yang sangat dekat dengannya.
Dalam konferensi pers, Raihaanun menuturkan bahwa karakter Najwa sangat relevan bagi banyak ibu.
“Bagaimana pun keadaannya, bahkan dalam situasi menakutkan, seorang ibu akan berkorban demi anaknya, sampai rela mempertaruhkan nyawanya sendiri,” ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (12/8).
Dalam konferensi pers yang dihelat pasca screening di XXI Plaza Senayan itu, Ia juga mengungkap bahwa membangun chemistry dengan Nayla Purnama tidaklah sulit karena mereka sudah pernah bekerja sama sebelumnya.
“Nayla itu manja sekali, sampai sekarang memanggil saya ‘ibu’. Jadi tidak sulit membangun kedekatan di layar" ujar Raihaanun.
Produser, Prakash Chugani, menegaskan bahwa Labinak tak hanya mengandalkan unsur horor, tetapi juga membawa pesan sosial.
“Horor kita biasanya diisi pocong atau kuntilanak. Kali ini kami ingin bentuk baru, yaitu psychological horror thriller."
"Kanibalisme yang kami angkat bukan hanya secara literal, tapi juga simbolis, tentang rantai makanan dalam kehidupan. Siapa yang memakan siapa, dalam arti kekuasaan, ekonomi, dan sosial,” ujar Prakash.
Menurut Prakash, Labinak adalah cerminan realitas bahwa “makan memakan” dalam hidup tak selalu terlihat menyeramkan di permukaan.
“Bisa saja bentuknya halus, tapi maknanya tetap sama. Film ini ingin mengajak penonton berpikir, apakah kita benar-benar berada di puncak rantai makanan atau justru sebaliknya,” tambahnya.
Labinak: Mereka Ada di Sini mengemas teror dan ketegangan sekaligus menghadirkan refleksi sosial.
Sebuah kisah yang tak hanya membuat bulu kuduk merinding, tetapi juga memaksa penontonnya merenung tentang posisi mereka di tengah dunia yang penuh persaingan dan ancaman tersembunyi. (Z-10)