Iqbal yang merupakan pemilik Teluk Gayo Coffee itu mengakui keputusan menghentikan pengiriman bukan perkara ringan. Apalagi, semua sudah siap mulai dari kontainer terisi penuh, dokumen rampung, hingga pembeli menyatakan minat.
“Buyer di Amerika itu dia nggak mau bayar tarif impor yang di Amerika. Mayoritas gitu. Jadi, mereka maunya harga deal kopi itu dimasukin ke tarif impor. Itu kan merugikan kami sebagai eksportir,” ujar Iqbal kepada wartawan di JCC Senayan, Kamis (7/8).
"Kami kemarin akhirnya enggak mau kirim. Kami juga nggak mau rugi. Karena satu kontainer itu jumlahnya hampir Rp 2,5 miliar," imbuhnya.
Perubahan kebijakan ini menjadi pukulan bagi pelaku usaha seperti Iqbal yang selama ini menggantungkan ekspor ke pasar Amerika. Kini, ia mulai melirik pasar alternatif seperti Asia Selatan, Timur Tengah, dan Eropa, sambil tetap mencoba memperkuat penetrasi di dalam negeri.
Teluk Gayo Coffee merupakan produsen kopi Arabika dari dataran tinggi Gayo, Aceh. Iqbal mengungkapkan AS, Jepang, dan China adalah tiga pasar utama kopi Gayo. Permintaan tinggi karena negara-negara tersebut sudah terbiasa dengan konsumsi kopi berbasis mesin dan dalam jumlah besar.
Ekspor Kopi Fluktuatif, Tapi AS Tetap Pasar Utama
Data ekspor kopi Indonesia lima tahun terakhir menunjukkan tren naik turun. Meski begitu, AS tetap menjadi pasar terbesar:
2021: 387,26 juta kg senilai USD 858,56 juta (Rp 14,08 triliun). Ekspor ke AS mencapai 57,7 juta kg senilai USD 194,82 juta (Rp 3,19 triliun).
2022: 437,56 juta kg senilai USD 1,15 miliar (Rp 18,83 triliun). Ekspor ke AS mencapai 55,8 juta kg senilai USD 268,92 juta (Rp 4,41 triliun).
2023: 279,94 juta kg senilai USD 929,01 juta (Rp 15,24 triliun). Ke AS mencapai 36,7 juta kg senilai USD 215,97 juta (Rp 3,54 triliun).
2024: 316,72 juta kg senilai USD 1,64 miliar (Rp 26,88 triliun). Ke AS mencapai 44,3 juta kg senilai USD 307,43 juta (Rp 5,04 triliun).
Jan–Apr 2025: 126,92 juta kg senilai USD 709,11 juta (Rp 11,63 triliun). AS menyerap 20,24 juta kg senilai USD 128,26 juta (Rp 2,10 triliun).
Kendati tarif resiprokal sebesar 19 persen sudah diterapkan, masih terbuka ruang negosiasi antara pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat. Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut beberapa komoditas seperti CPO, kopi, kakao, hingga nikel sedang diajukan untuk dapat tarif 0 persen.
"Jadi itu sedang dalam pembahasan dan itu dimungkinkan lebih rendah dari 19 persen dan dimungkinkan mendekati 0 persen," ungkap Airlangga.