
PENDIDIKAN ialah kunci kemajuan bangsa, tapi di tengah tuntutan globalisasi, sistem pendidikan Indonesia masih menghadapi tantangan besar. Hasil survei internasional PISA (Programme for International Student Assessment) 2022 menunjukkan bahwa kemampuan literasi membaca, matematika, dan sains siswa Indonesia masih di bawah rata-rata negara OECD dengan peringkat ke-69 dari 80 negara.
Capaian itu mengindikasikan perlunya perbaikan serius agar Indonesia mampu mencetak generasi unggul dan kompetitif di masa depan.
Kondisi itu menunjukkan bahwa peserta didik Indonesia masih lemah dalam keterampilan berpikir tingkat tinggi atau high order thinking skills (HOTS) seperti bernalar, menganalisis, dan mengevaluasi. Hal itu menunjukkan pendidikan Indonesia memang harus dibenahi, terutama dalam hal penguasaan STEM (science, technology, engineering, and mathematics).
Hasil studi menunjukkan bahwa penerapan metode STEM berdampak positif terhadap berbagai aspek pembelajaran siswa dari peningkatan minat dan pemahaman materi, pengembangan kreativitas, hingga pembentukan keterampilan problem solving yang penting di era industri digital. Melalui proyek-proyek seperti pembuatan jembatan hidrolik, siswa tidak hanya mengasah kemampuan teknik dan logika, tetapi juga dilatih untuk berpikir ilmiah, menguji hipotesis, dan merancang solusi nyata secara kolaboratif.
Selain itu, pendekatan itu membantu memperluas wawasan karier siswa dengan mengenalkan berbagai profesi di bidang sains dan teknologi. Meskipun implementasi STEM di Indonesia belum merata, potensinya sangat besar jika diterapkan secara berkelanjutan dalam kurikulum. Oleh karena itu, pembelajaran berbasis STEM dipandang relevan tidak hanya sebagai respons terhadap tantangan pendidikan pasca pandemi, tetapi juga sebagai strategi jangka panjang untuk menyiapkan generasi muda yang kreatif, adaptif, dan siap menghadapi tuntutan global abad ke-21.
Strategi berbagai negara dalam menumbuhkan minat terhadap STEM telah menunjukkan bahwa pendekatan STEM mampu meningkatkan kualitas pendidikan secara signifikan dengan strategi yang disesuaikan dengan konteks masing-masing.
Di Indonesia, STEM mulai dikenalkan melalui Kurikulum 2013, yang menekankan pengembangan keterampilan abad ke-21 dan peran guru sebagai fasilitator berpikir kritis dan pemecahan masalah. Singapura, sebagai negara dengan prestasi tinggi dalam sains dan matematika, menekankan pentingnya kualitas guru dan pembelajaran berbasis proyek yang relevan dengan kehidupan nyata.
Di Australia, penerapan STEM didukung pemerintah melalui pembelajaran integratif, akun belajar digital, dan kolaborasi antara sekolah, universitas, serta dunia kerja. Sementara itu, Amerika Serikat sebagai pelopor STEM menekankan inovasi kurikulum, fleksibilitas guru, dan pembelajaran berbasis proyek sejak 1990-an untuk memperkuat daya saing global.
Dari keempat negara tersebut, terbukti bahwa pendekatan STEM menjadikan guru lebih kompeten, siswa lebih antusias dan mandiri, serta sistem pendidikan lebih adaptif terhadap tantangan zaman. Bagi Indonesia, itu menjadi peluang besar untuk mengejar ketertinggalan dengan meningkatkan pelatihan guru dan pengembangan kurikulum yang aplikatif agar mampu mencetak generasi yang siap bersaing di era global.
AI UNTUK MENDUKUNG PEMBELAJARAN
Pendidikan berbasis STEM dapat diperkuat dengan perkembangan artificial intelligence (AI). Dalam salah satu studi di Jerman, pemanfaatan teknologi AI, seperti ChatGPT, dinilai memiliki potensi besar dalam mendukung pembelajaran STEM dengan membantu guru merancang materi, membuat soal, memberi umpan balik, hingga berperan sebagai tutor digital bagi siswa.
Meskipun saat ini penggunaan AI oleh guru STEM masih tergolong rendah, sebagian besar dari mereka memiliki harapan tinggi terhadap penerapannya di masa depan. Hambatan utama ialah kurangnya pelatihan dan kepercayaan diri guru dalam memanfaatkan teknologi itu secara efektif meskipun mereka menyadari manfaatnya yang dapat meningkatkan kualitas pengajaran dan keterlibatan siswa.
Kekhawatiran terhadap risiko seperti plagiarisme, bias, dan etika tetap ada, tapi umumnya tidak menghalangi minat penggunaan karena dinilai sebanding dengan manfaat yang ditawarkan. Menariknya, penilaian guru terhadap AI sering kali dipengaruhi oleh perasaan, bukan data objektif.
Oleh karena itu, agar integrasi AI dalam pendidikan berjalan optimal, diperlukan pelatihan, regulasi, dan penguatan literasi digital untuk memastikan penggunaannya mendukung pendidikan yang bermutu dan berkeadilan. Namun, jika tidak dikendalikan dengan tepat, AI berisiko memperbesar ketimpangan, menimbulkan bias, pelanggaran privasi, dan keputusan otomatis yang tidak transparan.
Oleh karena itu, pendekatan 'human in the loop' menjadi prinsip utama yang mana AI hanya berperan sebagai alat bantu sementara guru tetap menjadi pengambil keputusan utama yang mempertimbangkan konteks sosial dan emosional siswa. Dengan penerapan etis dan bijak, AI berpotensi besar memperkuat peran guru dan meningkatkan kualitas pendidikan pada masa depan.
Selain itu, penting bagi sekolah untuk menanamkan literasi media, etika penggunaan AI, serta membekali siswa dengan soft skills seperti empati, berpikir kritis, dan kerja sama, kemampuan yang tidak bisa digantikan oleh mesin.
Solusi terhadap tantangan penggunaan AI dalam pendidikan bukanlah dengan menolaknya, melainkan dengan membangunnya berdasarkan prinsip keadilan, etika, dan partisipasi publik. Departemen Pendidikan AS mengusulkan beberapa kebijakan utama, yaitu AI harus selalu melibatkan manusia dalam proses pengambilan keputusan, transparansi mengenai cara kerja dan sumber data AI, pengujian keandalan AI secara berkala untuk mencegah diskriminasi, serta pelibatan guru dan siswa dalam perancangan dan pemanfaatannya di sekolah. Dengan prinsip-prinsip itu, AI tidak hanya berfungsi sebagai teknologi, tetapi juga menjadi alat pendukung untuk menciptakan pendidikan yang lebih adil, inklusif, dan efektif.
Siswa seharusnya tidak hanya akan diminta belajar menggunakan AI, tetapi juga belajar tentang AI itu sendiri. Mereka harus tahu bagaimana AI bekerja, di mana bahayanya, dan bagaimana menggunakannya secara bijak. Ini penting agar generasi muda tidak hanya menjadi pengguna pasif, tapi juga pembuat dan pengawas teknologi masa depan.
AI akan terus berkembang dan masuk sekolah, suka tidak suka. Namun, arah perkembangannya ada di tangan kita apakah akan digunakan untuk mendukung pembelajaran yang bermakna, atau justru menambah beban dan ketidakadilan. Dengan panduan yang jelas, pelibatan guru dan komunitas, serta prinsip keadilan dan transparansi, kita bisa memastikan bahwa AI hadir bukan untuk menggantikan manusia, melainkan untuk memperkuat kemanusiaan dalam pendidikan.
INPLEMENTASI AI DALAM KURIKULUM
Di Indonesia, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemdikdasmen) merancang strategi untuk mengintegrasikan pembelajaran coding dan AI ke dalam kurikulum nasional mulai tahun ajaran 2025-2026 dengan fokus pada penguatan berpikir kritis, numerasi, dan literasi digital.
Program itu akan diterapkan secara bertahap di sekolah yang telah siap secara infrastruktur dan sumber daya manusia. Pembelajaran coding bertujuan mengasah logika dan pemecahan masalah sistematis, sementara AI memperkenalkan cara berpikir berbasis data dan teknologi. Integrasi ini diharapkan dapat melahirkan talenta muda Indonesia yang mampu bersaing secara global, khususnya di bidang sains, teknologi, dan pendidikan.
Pemerintah Indonesia melalui Naskah Akademik Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial pada Pendidikan Dasar dan Menengah menegaskan pentingnya transformasi pendidikan untuk menghadapi dominasi teknologi seperti AI, big data, dan IoT dalam era revolusi industri 4.0 dan masyarakat 5.0.
Integrasi pembelajaran koding dan AI dipandang strategis untuk membentuk generasi unggul yang adaptif, inovatif, serta memiliki literasi digital dan nilai-nilai etis. Kurikulum dirancang bertahap dari jenjang SD hingga SMA/SMK, dari pengenalan berpikir komputasional hingga penguasaan machine learning, dengan pendekatan konstruktivisme, problem-based learning, dan personalisasi berbasis AI.
Implementasi itu menuntut kesiapan infrastruktur digital, pelatihan dan sertifikasi guru, serta dukungan regulasi.
Kebijakan tersehut juga menetapkan koding dan AI sebagai mata pelajaran p...